Senin, 12 Oktober 2015

makalah perubahan sosial "DAMPAK BROKEN HONE TERHADAP PSIKOLOGI ANAK"

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………….........................i DAFTAR ISI……………………………………………………………………...…..ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………......1-2 B. Tujuan Penulisan………………………………......................................2 C. Rumusan Masalah……………………………………………….……..…2 BAB II PEMBAHASAN A. Pembahasan Keluarga……………………………………………………3 B. Pengertian dan Keadaan Keluarga Broken Home..……………...........4 C. Ciri-ciri Keluarga Broken Home………………………..…………8 D. Dampak Broken Home terhadap Perkembangan Psikologi Anak……9 E. Gangguan Kejiwaan pada Seorang Broken Home…………..............10 1. Broken Heart……………………………………………………….…..10 2. Broken Relation…………………………………………………..........10 3. Broken Values…………………………………….........................11 F. Peran Orang Tua terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak…………11 G. Efek-efek Kehidupan Seorang Broken Home…………………………12 H. Cara Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home…………13 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………………..14 B. Saran……………………………………………………………………….14 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “DAMPAK BROKEN HOME TERHADAP PSIKOLOGI ANAK”. Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada guru Sosiologi Drs.H.Suwandi M.Noor,MPd. Makalah ini disusun untuk para pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang DAMPAK BROKEN HOME TERHADAP PSIKOLOGI ANAK. Yang tidak lain dari harapan untuk meminimalisir terjadinya dampak tersebut kepada anak-anak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih. Pontianak, 16 Agustus 2015 RizkyAstriWulandari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah "broken home" biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi inii menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak menjadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan. Selain itu Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini perlu diberikan perhatian dan pengerahan yang khusus agar mereka sadar dan mau berprestasi. Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pada masa ini adalah remaja mencari jati diri. Pencaharian jati diri merupakan proses dari perkembangan pribadi anak. DIungkapkan Satiadarma (2001 : 121) “Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi sosial”. Jadi di sini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya keluargalah wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak remaja yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya, selain sebagai pembentukan masing-masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis. Jadi dari keluargalah semua itu berasal, kalau anak remaja dibesarkan dari keluarga yang utuh atau tidak broken home maka perkembangan anaknya akan mengarah kearah yang baik atau sebaliknya. B. Tujuan penulisan Di dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk orang tua lebih memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya mementingkan egonya masing-masing seperti berpisah atau bercerai, karena sikap orang tua itu sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan anak. Menurut Kartini Kartono (1986 : 45) “Sikap dan prilaku orang tua dalam hubungan dengan anak-anak mempengaruhi setiap partumbuhan dan perkembangan.” C. Rumusan Masalah 1. Apa arti keluarga menurut pada ahli? 2. Bagaimana keadaan keluarga broken home? 3. Bagaimana dampaknya bagi perkembangan kejiwaan anak? BAB II PEMBAHASAN A. Pembahasan Keluarga Keluarga berarti nuclear family yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak, ayah dan ibu secara ideal tidak terpisahkan tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab. Menurut Sayekti Pujosowarno (1994 : 11): “keluarga merupakan sesuatu persetujuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki, perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam rumah tangga.” Adapun menurut Bustaman (2001 : 89): “keluarga adalah kelompok-kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perakwinan darah yang membantuk satu sama lain dan berikatan dengan melalui peran-peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan itu sendiri.” Pengetian lain juga dikemukakan oleh Siti Meichati (dalam sayekti pujosuwarno, 1994 : 54) “keluarga adalah suatu ikatan sehuluan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak baik anak sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.” Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1992: 1) “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya”. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang merupakan pondasi pertama bagi perkembangan anak untuk selanjutnya. Menurut Kartini Kartono (2003 : 57) “keluarga merupakan unit sosial terkecil yang meberikan pondasi primer bagi perkembangan anak”. Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang diikat dengan tali perkawinan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. B. Pengertian dan Keadaan Keluarga Broken Home Tidak luput dari kenyataan yang ada bahwa semakin hari semakin banyak keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus diantaranya mungkin disebabkan oleh perselingkuhan, perbedaan prinsip hidup, atau sebab-sebab lainnya yang bisa disebabkan oleh masalah internal maupun eksternal dari kedua belah pihak. Akan tetapi, yang jelas kasus-kasus broken home itu sama halnya dengan kasus-kasus sosial lainnya, yaitu sifatnya multifaktoral. Satu hal yang pasti, hubungan interpersonal diantara suami istri dalam keluarga broken home telah semakin memburuk. Kedekatan fisikal juga menjadi alasan bagi pasangan suami istri dalam menyikapi masalah broken home, meskipun dalam beberapa sumber disebutkan bahwa kedekatan fisik tidak mempengaruhi kedekatan personal antar individu. Inti dari semuanya adalah komunikasi yang baik antarpasangan. Dalam komunikasi ini, berbagai faktor kejiwaan termuat di dalamnya, sehingga patut mendapat perhatian utama. Memburuknya komunikasi diantara suami istri ini seringkali menjadi pemicu utama dalam keluarga broken home. Oleh sebab itu, sangatlah penting rasa saling percaya, saling terbuka, dan saling suka diantara kedua pihak agar terjadi komunikasi yang efektif. Dalam keadaan ini, kematangan kepribadianlah yang menentukan penerimaan peran dari pasangan komunikasinya. Setiap individu dilahirkan dengan tipe kepribadian yang berbeda-beda oleh sebab itu saling pengertian antarpasangan juga sangatlah penting. Dalam suasana keluarga yang broken home bukan hanya komunikasi yang memburuk, tetapi juga terdapat aspek yang tidak relevan dalam hubungan itu, sehingga menyebabkan berkurangnya ketertarikan antardiri pasangannya. Lemahnya ketertarikan ini bisa berdampak pada pengabaian sosial termasuk pengabaian afektif. Dalam hal ini, dapat diuraikan bahwa dalam keluarga yang broken home antarpasangan terjadi pelemahan rasa saling menilai secara positif, yang terjadi penilaian menjadi cenderung negatif antara satu pasangan dengan pasangannya. Dari semua fenomena di atas, akan bisa berdampak pada perkembangan kejiwaan anak dalam keluarga itu. Remajalah yang dalam hal ini sangat rentan. Masa remaja, seperti yang dikatakan oleh Erickson bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Pengaruh faktor broken home keluarga menjadi faktor negatif dalam penemuan identitas yang sehat, sehingga remaja cenderung mengalami fase kebingungan identitas. Perkembangan afeksi juga bisa mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan adanya pengabaian dari orangtuanya. Lebih jauh, terdapat sifat-sifat penghambat perkembangan kepribadian yang sehat yang terwujud dalam kepribadian anak. Ayah, ibu, dan anak adalah keluarga inti yang merupakan organisasi terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya, keluarga merupakan wadah pertama dan utama bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Di dalam keluarga, anak akan mendapatkan pendidikan pertama mengenai berbagai tatanan kehidupan yang ada di masyarakat. Keluargalah yang mengenalkan anak akan aturan agama, etika sopan santun, aturan bermasyarakat, dan aturan-aturan tidak tertulis lainnya yang diharapkan dapat menjadi landasan kepribadian anak dalam menghadapi lingkungan. Keluarga juga yang akan menjadi motivator terbesar yang tiada henti saat anak membutuhkan dukungan dalam menjalani kehidupan. Namun, melihat kondisi masyarakat saat ini, fungsi keluarga sudah mulai tergeser keberadaannya. Semua anggota keluarga khususnya orangtua menjadi sibuk dengan aktivitas pekerjaannya dengan alasan untuk menafkahi keluarga. Peran ayah sebagai kepala keluarga menjadi tidak jelas keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut malam. Ibulah yang menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik serta mengatur seluruh kepentingan anggota keluarganya. Masalah akan semakin berkembang tatkala ibupun menjadi seorang wanita pekerja dengan beralih membantu perekonomian keluarga ataupun berambisi menjadi wanita karir, sehingga melupakan anak dan keluarganya. Banyak ditemukan ibu menjadi seorang super woman yang bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat ibu hanyalah beberapa jam dalam sehari. Itupun jika ibu mampu dengan cerdas mengelola waktu bekerja di luar rumah dan bekerja di rumah tangganya. Ketika ayah dan ibu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, lalu ke manakah anak-anak mereka? Anak yang seharusnya memiliki hak mendapatkan kehangatan dalam keluarganya. Kecenderungan yang terjadi, keluarga menjadi pecah dan tidak jelas keberadaannya. Ketika ayah dan ibu sudah tidak dapat berkomunikasi dengan baik, karena kesibukan masing-masing atau karena egonya, maka mereka memilih untuk bercerai. Namun, di saat orang tua dapat mempertahankan keluarganya secara utuh tanpa ada komunikasi yang hangat antara anggota keluarganya, secara psikologis merekapun bercerai. Oleh karena orangtua tidak punya waktu banyak untuk berdialog, berdiskusi atau bahkan hanya untuk saling bertegur sapa. Saat orang tua pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan lelapnya dan saat anak terbangun tidak jarang orang tua sudah pergi bekerja atau anaknya yang harus pergi ke sekolah. Ketika anak protes dan mengeluh, orangtua hanya cukup memberikan pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga juga. Orang tua zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa orangtualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orang tuanya. Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, dimana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang sebenarnya. Tidak dapat dimungkiri kebutuhan ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, orangtua seringkali tidak menyadari kebutuhan psikologis anak yang sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan hidup. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya. Perhatian yang diperlukan anak dari orang tuanya adalah disayangi dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya. Menanyakan sekolahnya, temannya, gurunya, mainannya, kesenangannya, hobinya, cita-cita dan keinginannya. Ada anak di sekolah yang merasa aneh, jika temannya mendapatkan perhatian seperti itu dari orang tuanya, karena zaman sekarang hal tersebut menjadi sangat mahal harganya dan tidak semua anak mendapatkannya. Anak sangat membutuhkan sentuhan dari orang tuanya, dalam bentuk sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap lingkungannya. Selain itu, belaian, pelukan, ciuman, kecupan, dan senyuman diperlukan untuk membuat kehangatan jiwa dalam diri anak dan membantu anak dalam menguasai emosinya. Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut sebagai norma masyarakat. Norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan kepada anak sejak masih usia kecil. Dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini mungkin, diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak mulai mengenal lingkungan selain keluarganya. Jika anak melanggar norma tersebut, sudah merupakan kewajiban orangtua sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya untuk memberikan teguran yang disertai penjelasan logis sesuai dengan perkembangan usianya supaya anak mengerti dan memahami bagaimana bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma masyarakat. Dampak dari keegoisan dan kesibukan orang tua serta kurangnya waktu untuk anak dalam memberikan kebutuhannya menjadikan anak memiliki karakter mudah emosi (sensitif), kurang konsentrasi belajar, tidak peduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak tahu sopan santun, tidak tahu etika bermasyarakat, mudah marah dan cepat tersinggung, senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri, susah diatur, suka melawan orang tua, tidak memiliki tujuan hidup, dan kurang memiliki daya juang. C. Ciri-ciri Keluarga Broken Home Berdasarkan beberapa asumsi dalam literatur, penulis menemukan bahwa keluarga broken home bukan hanya keluarga dengan kasus perceraian saja. Keluarga broken home secara keseluruhan berarti keluarga dimana fungsi ayah dan ibu sebagai orang tua tidak berjalan baik secara fungsional. Fungsi orang tua pada dasarnya adalah sebagai agen sosialisasi nilai-nilai baik-buruk, sebagai motivator primer bagi anak, sebagai tempat anak untuk mendapatkan kasih sayang, dan sebagainya. Jika fungsi orang tua ini terhambat, maka aspek-aspek khusus dalam keluarga bisa dimungkinkan tak terjadi. Pada hakikatnya, anak membutuhkan orang tuanya untuk mengembangkan kepribadian yang sehat. Pada masa remaja, berdasarkan asumsi Erickson. Remaja memerlukan figur tertentu yang nantinya bisa menjadi figure sample dalam internalisasi nilai-nilai remajanya. Dengan tidak berfungsinya peran orang tua sebagaimana mestinya, maka hal ini bisa terhambat. Proses pencarian identitas dalam kondisi serupa ini bisa jadi meriam bagi remaja itu. Remaja itu dimungkinkan membentuk kerpibadian yang kurang sehat dengan perasaan terisolasi. Proses pencarian identitas akan terhambat dan menimbulkan rasa kebingungan identitas . Penambahan juga, remaja itu mungkin bisa mengembangkan perilaku yang delinquency, atau bahkan patologis. Jika keadaan keluarga yang broken home itu dirasakannya sangat menekan dirinya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yeri Abdillah (2003) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa agresivitas pada remaja dalam keluarga broken home mempunyai taraf lebih tinggi daripada rekannya yang tidak mengalami kasus broken home. Masih banyak kasus lagi yang mungkin dirasakan anak dalam keluarga broken home. Efeknya akan lebih terasa jika anak berada dalam masa remaja. Jika dianalisis lebih lanjut keadaan broken home bisa memperburuk keadaan remaja itu. Keadaan itu akan diartikan sebagai tekanan yang bisa menjadi sumber awal penyebab patologis sosial. Munculnya masalah broken home menimbulkan suatu perasaan menyesal pada remaja, dan melakukan identifikasi ulang. Ketiadaannya dukungan sosial menyebabkan kurangnya alternatif masukan bagi remaja itu untuk melakukan reidentifikasinya. Orang tua yang semulanya menjadi teladan, akan dianggap sebagai pembawa petaka baginya. Dari asumsi ini muncullah rasa ketidakpercayaan pada diri remaja itu. Munculnya rasa ketidakpercayaan ini menyebabkan cinta kepada orang tuanya semakin menipis atau berkurang. Kelekatan dengan orang tua semakin kecil, sehingga asumsi-asumsi negatif kepada orang tua mulai muncul. Dari asumsi itu muncullah asumsi bahwa orang tuanya sudah tidak menyayanginya lagi. Perkuatan muncul apabila tidak adanya perhatian secara fisikal yang ditujukan pada remaja itu. D. Dampak Broken Home terhadap Perkembangan Psikologi Anak Dampak pada anak-anak pada masa ketidakharmonisan, belum sampai bercerai namun sudah mulai tidak harmonis: a) Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan. b) Anak merasa jerjepit di tengah-tengah, karena harus memilih antara ibu atau ayah. c) Anak sering kali mempunyai rasa bersalah. d) Kalau kedua orangtuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak bisa membenci salah satu orang tuanya. Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak: 1. Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali. 2. Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena: • Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan. • Dia harus kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka. • Waktu orang tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah. 3. Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya. E. Gangguan Kejiwaan pada Seorang Broken Home : 1. Broken Heart Si pemuda merasakan kepedihan dan kehancuran hati sehingga memandang hidup ini sia-sia dan mengecewakan. Kecenderungan ini membentuk si pemuda tersebut menjadi orang yang krisis kasih dan biasanya lari kepada yang bersifat keanehan sexual. Misalnya sex bebas, homo sex, lesbian, jadi simpanan orang, tertarik dengan istri atau suami orang lain dan lain-lain. 2. Broken Relation Si pemuda merasa bahwa tidak ada orang yang perlu di hargai, tidak ada orang yang dapat dipercaya serta tidak ada orang yang dapat diteladani. Kecenderungan ini membentuk si pemuda menjadi orang yang masa bodoh terhadap orang lain, ugal-ugalan, cari perhatian, kasar, egois, dan tidak mendengar nasihat orang lain, cenderung “semau gue”. 3. Broken Values Si pemuda kehilangan ”nilai kehidupan” yang benar. Baginya dalam hidup ini tidak ada yang baik, benar, atau merusak yang ada hanya yang ”menyenangkan” dan yang ”tidak menyenangkan”, “pokoknya apa saja yang menyenangkan saya lakukan, apa yang tidak menyenangkan tidak saya lakukan.” F. Peran Orang Tua terhadap Perkembangan Kejiwaan Anak Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas memberikan perasaan sedih serta takut pada diri anak. Sehingga, ia akan tumbuh dengan jiwa yang tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:  Dukung anak anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi. Sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang sudah bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan anda. Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua orang tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda harus betul-betul siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan anak anda atau keprihatinan yang mereka miliki.  Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-anak yang usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan pertanyaan dan keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan, tetaplah bersikap terbuka.  Bila anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.  Sangatlah wajar bagi anak-anak jika memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.  Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai “penyambung lidah” bagi kedua orangtuanya. Misalnya, anda berujar, “Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah.”  Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orangtua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, atau pemuka agama, yang dapat membantu anda dan anak anda untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian. Hal lain yang juga dapat menolong adalah memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertemu dengan orang lain yang telah berhasil melewati masa-masa perceraian dengan baik. G. Efek-efek Kehidupan Seorang Broken Home : 1) Academic Problem, seseorang yang mengalami Broken Home akan menjadi orang yang malas belajar dan tidak bersemangat serta tidak berprestasi. 2) Behavioural Problem, mereka mulai memberontak, kasar, masa bodoh, memiliki kebiasaan merusak, seperti mulai merokok, minum-minuman keras, judi dan lari ketempat pelacuran. 3) Sexual problem, krisis kasih mau coba ditutupi dengan mencukupi kebutuhan hawa nafsu. 4) Spiritual problem, mereka kehilangan Father’s figure sehingga tuhan, pendeta atau orang-orang rohani hanya bagian dari sebuah sandiwara kemunafikan. H. Cara Membangkitkan Motivasi Anak Korban Broken Home Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa akan mengalami sebuah perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat terpukul, kehilangan harapan, dan cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orang tuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya. Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan oleh orang tua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya. Hal lain yang perlu dilakukan oleh orang tua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang cekcok, dan jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut. Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa lain seperti bibi atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti ketika belum ada perceraian. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita . B. Saran 1) Sering-seringlah berdoa, jangan sampai meninggalkan Tuhan, milikilah landasan agama yang kuat. 2) Sibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Lakukan hobi yang disenangi. 3) Harus punya obsesi untuk meraih suatu prestasi sebaik-baiknya 4) Jangan menatap masa lalu, berorientasilah ke masa depan. Masalah perceraian bukan milik anda, melainkan milik orang tuan anda. 5) Harus pandai dan selektif memilih teman atau lingkungan pergaulan. Jangan terjebak pada hal-hal yang memperburuk kondisi anda sebagai seorang anak broken home. 6) Pintar-pintarlah menganalisa situasi yang ada, jaga jangan sampai jatuh. Sebaliknya segera bangkit dari keterpurukan. Yakinlah selalu bahwa anda memiliki masa depan yang cerah.

Pemberontakan APRA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pergolakan terjadi tidak hanya karena berbeda ideologi dan pandangan. Adanya kepentingan yang berbeda juga turut mendorong terjadinya sebuah konflik atau pergolakan. Konflik yang berkaitan dengan perbedaan kepentingan sering berkaitan dengan vested interes. Vested interes adalah kepentingan yang tertanam kuat pada suatu kelompok. Kelompok seperti ini biasanya berusaha melakukan kegiatan yang menguntungkan kelompoknya. Dalam kaitannya dengan pergolakan pada periode 1948-1965, beberapa kelompok seperti APRA,RMS, dan kelompok andi AZIZ. APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini merupakan suatu proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir semua masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal. Tapi juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan yang terjadi pada saat itu. Pemberontakan- pemberontakan ini dilakukan oleh golongan- golongan tertentu yang mendapatkan dukungan dari Belanda karena merasa takut jika Belanda meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan hilang. 2. Rumusan Masalah a. Siapa yang menjadi pelopor pemberontakan APRA? b. Apa saja latar belakang terjadinya pemberontakan APRA? c. Bagaimana jalan terjadinya pemberontakan APRA? d. Bagaimana proses penumpasan APRA? e. Apa dampak terjadinya pemberontakan APRA terhadap Indonesia? 3. Tujuan a. Mengetahui siapa yang menjadi pelopor pemberontakan APRA. b. Mengetahui apa saja yang melatarbelakangi pemberontakan APRA. c. Mengetahui secara jelas tentang jalannya pemberontakan APRA. d. Mengetahui bagaimana proses penumpasan APRA. e. Mengetahui dampak setelah terjadinya pemberontakan APRA. BAB II PEMBAHASAN A. Peran Westerling dalam Pembentukan APRA Raymond Pierre Paul Westerling lahir di Istanbul, 31 Agustus 1919 dan meninggal di Belanda, 26 November 1987 pada usia 68 tahun. Westerling lahir sebagai anak kedua dari Paul Westerling dan Sophia Moutzou. Dia komandan pasukan Belanda yang terkenal karena memimpin Pembantaian Westerling pada tahun 1946 sampai 1947 di Sulawesi Selatan dan percobaan kudeta APRA di Bandung, Jawa Barat. Westerling yang dijuluki si Turki karena lahir di Istanbul, mendapat pelatihan khusus di Skotlandia. Dia masuk dinas militer pada 26 Agustus 1941 di Kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan bertugas di Brigade Prinses Irene di Wolverhampton, dekat Birmingham. Westerling termasuk 48 orang Belanda sebagai angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando Basic Training Centre di Achnacarry, di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin dan tak berpenghuni. Melalui pelatihan yang sangat keras dan berat, mereka dipersiapkan untuk menjadi komandan pasukan Belanda di Indonesia. Seorang instruktur Inggris sendiri mengatakan pelatihan ini sebagai neraka di dunia. Pelatihan dan pelajaran yang mereka peroleh antara lain perkelahian tangan kosong, penembakan tersembunyi, berkelahi dan membunuh tanpa senjata api, membunuh pengawal dan sebagainya. Setelah bertugas di Eastbourne sejak 31 Mei 1943, maka bersama 55 orang sukarelawan Belanda lainnya pada 15 Desember 1943, Sersan Westerling berangkat ke India untuk betugas di bawah Laksamana Madya Mountbatten Panglima Komando Asia Tenggara. Mereka tiba di India pada 15 Januari 1944 dan ditempatkan di Kedgaon, 60 km di utara kota Poona. B. Latar Belakang Pemberontakan APRA Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling merupakan gerakan yang didalangi oleh golongan kolonialis Belanda. Salah satu landasan bagi gerakan APRA ini adalah kepercayaan rakyat Indonesia akan datangnya Ratu Adil. Westerling memahami bahwa sebagian rakyat Indonesia yang telah lama menderita karena penjajahan, baik oleh Belanda atau Jepang, mendambakan datangnya suatu masa kemakmuran seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya. Menurut ramalan itu akan datang seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan damai dan rakyat akan makmur dan sejahtera. Tidak hanya rakyat-rakyat biasa yang dihimpun Westerling untuk menjadi tentaranya tetapi mantan tentara KNIL yang pro terhadap Belanda juga ikut menjadi bagian dari tentara APRA. Ada satu hal yang menarik bahwa kendaraan-kendaraan yang digunakan oleh KNIL maupun KL dalam melancarkan aksinya diberi tanda segitiga orange sebagai lambang negara Belanda Sedangkan mengenai latar belakang aksinya, diduga keras bahwa APRA ingin mendukung berdirinya negara Pasundan, supaya negara ini bisa berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA sebagai angkatan perangnya. Sebenarnya organisasi ini sudah dibentuk sebelum Konferensi Meja Bundar itu disahkan. Pada bulan November 1949, dinas rahasia militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan anggota KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan. Tujuan Westerling membentuk APRA ini adalah mengganggu prosesi pengakuan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949. Upaya itu dihalangi oleh Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda. Tujuan lainnya adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan adanya tentara tersendiri pada negara- negara bagian RIS . C. Jalannya Pemberontakan APRA Pemberontakan yang dilakukan oleh Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh mantan Kapten KNIL Raymond Westerling bukanlah pemberontakan yang dilancarkan secara spontan. Pemberontakan ini telah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. Pada 25 Desember 1949 malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menghubungi Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara Belanda untuk menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden mengenai rencananya untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda terhadap Indonesia. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai rumor, antara lain ada sekelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan, tidak terkecuali rumor mengenai pasukan yang dipimpin oleh Westerling. Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949 tersebut memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan seperti apa yang diungkapkan padanya. Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah sebuah ultimatum. Westerling menuntut agar Pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS harus memberikan jawaban positif terkait ultimatum tersebut dalm waktu 7 hari dan apabila ditolak, maka akan timbul perang besar. Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan tidak saja di kalangan RIS, namun juga di pihak Belanda dan dr. H.M. Hirschfeld, Nederlandse Hoge Commissaris (Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama dengan Westerling. Pada 10 Januari 1950 Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelumnya, ketika Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota (WTM), dia telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante rechten terhadap Westerling. Sementara itu, Westerling mengunjungi Sultan Hamid II di Jakarta. Sebelumnya, mereka pernah bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan tujuannya, dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling tersebut, namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun. Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr.J.H. van Maarseven berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret 1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling. Ketika berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20 Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan elit RST yang dipandang sebagai faktor resiko, secepatnya dievakuasi dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950. Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi pasukan RST. Namun upaya mengevakuasi Reciment Speciaale Troepen, gabungan baret merah dan baret hijau terlambat dilakukan. Westerling mendengar mengenai rencana tersebut dari beberapa bekas anak buahnya, sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950 Westerling melancarkan "kudetanya." Subuh pukul 4.30 hari itu, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung." Namun laporan Letkol Cassa tidak mengejutkan Engles, karena sebelumnya, pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar. Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa "compagnie Erik" yang berada di Kampemenstraat juga akan melakukan desersi pada malam itu dan bergabung dengan APRA untuk ikutserta dalam kudeta, namun dapat digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles segera membunyikan alarm besar dan segera menghubungi Letnan Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta. Mulanya penduduk kota Bandung tidak terlalu curiga karena adalah hal yang biasa tentara hilir mudik keluar masuk kota Bandung pada masa itu, walau Perang kemerdekaan dianggap sudah berakhir. Tentara APRA pada saat itu menggunakan truk, jeep, motorfiets, serta ada yang berjalan kaki dengan seragam dan bersenjata lengkap dan jumlahnya ditaksir antara 500-800 personel.Namun ketika mereka mengadakan steling di gang-gang di sepanjang jalan Cimahi-Bandung sambil melepas tembakan ke udara. Bahkan ada di antara mereka yang mengarahkan tembakan kebeberapa rumah penduduk. Barulah setelah mendengar suara tembakan tersebut, warga seketika menjadi was-was. Sejumlah polisi yang menjaga pos-pos sepanjang jalan raya Cimindi-Cibereum dilucuti senjatanya. Sesampainya di kota kepanikan rakyat semakin menjadi-jadi, banyak toko dan rumah ditutup dan jalanan pun menjadi sepi. Di jalan perapatan Banceuy, seorang TNI yang mengendarai jip dan tidak bersenjata diberhentikan. Tentara itu diperintahkan untuk turun dan mengangkat tangan lalu dengan keji ditembak mati. Pasukan APRA bergerak di Jalan Braga, di muka Apotheek Rathkam sebuah mobil sedan juga diberhentikan. Tiga penumpangnya juga diperintahkan untuk turun, di antaranya seorang perwira TNI. Tanda pangkat perwira itu diambil dan kemudian dia dibunuh. Dua orang sipil yang bersama tentara tadi kemudian diangkut dengan truk. Tentara APRA juga mengadakan aksi di depan Hotel Preanger. Mereka menyerang sebuah truk berisi tiga orang TNI. Perlawanan dari TNI baru terjadi di Jalan Merdeka, sekalipun tidak seimbang. Setelah tembak-menembak sekitar 15 menit, 10 orang TNI gugur. Tentara APRA juga menyerang truk yang dikendarai 7 orang serdadu TNI di perempatan Suniaraja-Braga. Truk itu ditembaki dari depan dan belakang. Perlawanan yang cukup hebat terjadi di Kantor Kwartir Divisi Siliwangi Oude Hospitaalweg. Satu regu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin Letkol (Overste ) Sutoko dikepung tentara APRA yang jumlahnya lebih banyak. Benar-benar pertempuran sampai peluru terakhir. Letkol Sutoko, Letkol Abimanyu dan seorang opsir lainnya dapat menyelamatkan diri. Lainnya tewas. Markas itu diduduki dan tentara APRA merampok brandkas sebesar F150.000. Pertempuran juga terjadi di kantor stafkwartier Divisi Siliwangi Jalan Lembang. Satu rgu stafdekking TNI terdiri dari 15 orang dipimpin Overste Sutoko dengan tiba2 dikerubungi oleh ratusan APRA. Pertempuran berlangsung kurang lebih setengah jam. Pertempuran dilakukan hingga peluru terakhir. Everste Sutoko, Abimanyu, dan seorang opsir lainnya dapat menyelamatkan diri, lainnya tewas. APRA kemudian berhasil menduduki stafkwartier dan membongkar brandkast yang isinya Rp. 150.000, jumlah yang cukup besar untuk saat itu. Selain itu, mayat-mayat dari TNI dan sipil pun bergelimpangan antara jalan Braga hingga jalan Jawa. Di antara orang-orang sipil yang tewas, kabarnya menjadi korban karena mereka berani menjawab “Jogja”, ketika ditanyakan “Pilih Pasundan atau Jogja?” oleh pasukan APRA. Perwira TNI lainnya yang gugur ialah Letkol Lembong dan ajudannya Leo Kailola. Mereka dihujani peluru ketika hendak masuk Markas Divisi Siliwangi yang ternyata sudah diduki oleh gerombolan APRA. Keseluruhan 79 orang menajdi korban keganasan gerombolan ini. Mereka adalah 61 serdadu TNI dan 18 orang lainnya yang tidak diketahui namanya karena tidak mempunyai tanda-tanda atau surat dalam pakaiannya. Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud menangkap Presiden Sukarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga "serangan" ke Jakarta gagal total. Demikian juga secara keseluruhan, pelaksanaan "kudeta" tidak seperti yang diharapkan oleh Westerling dan anak buahnya. Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, di mana dia pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian Westerling pergi meninggalkan hotel. Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu. Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, tentu menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Untuk dunia internasional, Belanda sekali lagi duduk di kursi terdakwa. Duta Besar Belanda di AS, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda). D. Penumpasan APRA Ketika terjadi pemberontakan APRA tidak dilakukan perlawanan yang berarti, hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, karena serangan dilakukan dengan sangat tiba-tia, pembalasan tembakan pun tidak dilakukan karena orang-orang APRA bercampur dengan orang KNIL dan KL. Sedangkan mengenai latar belakang aksinya, diduga keras bahwa APRA ingin mendukung berdirinya negara Pasundan, supaya negara ini bisa berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA sebagai angkatan perangnya. Secara umum boleh pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak siap karena baru saja memasuki Kota Bandung setelah perjanjian KMB. Panglima Siliwangi Kolonel Sadikin dan Gubernur Jawa Barat Sewaka pada saat kejadian sedang mengadakan peninjauan ke Kota Subang. Sementara di Jakarta pada pukul 11.00 bertempat di kantor Perdana Mentri RIS diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS dan Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia. Terungkap adanya keterlibatan tentara Belanda (diperkirakan sekitar 300 tentara Belanda berada di antara pasukan APRA) dalam peristiwa di Bandung itu, maka diputuskan tindakan bersama. Jendral Engels akhirnya memerintahkan pasukan APRA untuk kembali ke Batujajar, baik karena diperintah atasannya, maupun ancaman dari Divisi Siliwangi yang tidak menjamin keselamatan warga Belanda yang berjumlah ribuan di kota Bandung. Pada hari itu juga pasukan APRA meninggalkan Kota Bandung. Operasi penumpasan dan pengejaran terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan mundur segera dilakukan oleh TNI. Sisa pasukan Wasterling di bawah pimpinan Van der Meulen yang bukan anggota KNIL Batujajar dan polisi yang menuju Jakarta, pada 24 Januari 1950 dihancurkan Pasukan Siliwangi dalam pertempuran daerah Cipeuyeum dan sekitar Hutan Bakong dan dapat disita beberapa truk dan pick up, tiga pucuk bren, 4 pucuk senjata ukuran 12,7 dan berpuluh karaben. Pada 24 Januari 1950 tengah malam terjadi tembak-menembak di Kramatalaan No.29 Jakarta antara pauskan TNI dengan geromboan yang diduga adalah deseteurs (anggota tentara yang melarikan diri dari dinasi tentara). Tembak-menembak tersebut berlangsung sampai 25 januari 1950 pagi. Dalam penggerebekan pasukan kita berhasil merampas 30 pucuk owens-guns. Di kota Bandung juga diadakan pembersihan dan penahanan terhadap mereka yang terlibat, termasuk beberapa orang tokoh Negara Pasundan. Bagaimana dengan Wasterling? Setelah melarikan diri dari Bandung, Westerling masih melanjutkan petualangannya di Jakarta. la merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua Menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang. Gerakan tersebut dapat digagalkan dan kemudian diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio. Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sedangkan Westerling sempat melarikan diri ke luar negeri pada 22 Februari 1950 dengan menumpang pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda. Dengan kaburnya Wasterling, maka gerakannya pun jadi bubar. E. Dampak Pemberontakan APRA Bila dilihat dari latar belakang pemberontakan yang dilakukan oleh APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang diketuai oleh Raymond Pierre Westerling ini bertujuan untuk mendapat pengakuan dari pemerintah RIS yang ingin diakui sebagai tentara Pasundan. Selain itu, pemberontakan ini juga bertujuan untuk tetap mempertahankan pemerintahan Reupblik Federal dan tidak menginginkan adanya penyerahan kedaulatan serta adanya tentara tersendiri di negara-negara bagian RIS. Sehingga terjadilah pemberontakan APRA ini yang terjadi di Bandung. Dalam pemberontakan ini, APRA berhasil menduduki markas dari Kodam Divisi Siliwangi berhasil diduduki pada tanggal 23 Januari 1950 dan juga membunuh para tentara Indonesia yang bermaksud untuk melawan. Salah satu tentara yang terbunuh ialah Letnan Kolonel Lembong tewas pada peristiwa ini. Bandung pun dapat dikuasai sementara oleh pasukan APRA untuk beberapa jam. Dalam peristiwa ini juga menyebabkan 79 orang APRIS tewas dan juga beberapa masyarakat sekitar juga mnejadi korban kekejaman pemberontakan ini. Dengan terjadinya peristiwa ini di Bandung membuat pemerintah mengirimkan pasukan APRI ke Bandung untuk menumpas gerakan pemberontakan APRA. Pada akhirnya gerakan pemberontakan APRA berhasil ditumpas oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Perisitiwa merupakan suatu konspirasi diantara Raymond Pierre Westerling dan Sultan Hamid II dari Pontianak. Ketika pemberontakan yang di Bandung itu berakhir, Jakarta menjadi target berikutnya. Dalam misi kali ini APRA ingin menyerang Jakarta serta ingin membunuh menteri-menteri RIS seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Ali Budiarjo dan Kolonel TB Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950. Namun aksi dari APRA untuk menyerang Jakarta sudah diketahui sebelumnya oleh jajaran petinggi pemerintahan sehingga aksi tersebut dapat digagalkan dan konspirasi diantara Westerling dan Sultan Hamid II ini terbongkar dan ketika akan ditangkap, Westerling kabur ke Singapura dan Sultan Hamid II berhasil ditangkap. Maka berakhir pemberontakan APRA ini. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa: 1. Yang menjadi pelopor pemberontakan APRA adalah Raymond Pierre Paul Westerling 2. Yang melatar belakangi pemberontakan APRA adalah ramalan jaya baya yang menatakan bahwa akan datang seorang pemimpin yang disebut Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan damai dan rakyat akan makmur dan sejahtera. 3. Pemberontakan APRA merupakan suatu sejarah kelam bagi rakyat indonesia. Pemberontakan ini banyak menelan korban yang tidak bersalah. Baik dari kalangan militer maupun rakyat sipil.